Kamis, 28 Oktober 2010

Season 1 Cerita Klasik Romansa Cinta

Haaiii…. Haaiiii….

Kembali lagi di Galaksi ini…

Kali ini gue cuma mau berbagi sedikit kisah tentang seorang anak manusia, (ehmmm..)

Sebenarnya cerita dari seorang temen.

Mungkin kisah ini akan sedikit dipertanyakan, kenapa??

Karena kejadiannya mirip dengan cerita-cerita yang ada di skenario gitu (sinetron banget lah)

Tapi ini nyata… dan gue hadir dlm kisah ini sebagai saksi hidup.

Nah lho, kok bawa-bawa saksi, emang pengadilan??!

Oke deh, cukup mukadimahnya,

Begini ceritanya, AAAUUUU….. (back sound kayak di acara *****, maaf harus disensor karena gw bukan mau promosi. Hahaha)

Siang itu Putri dan temannya baru pulang dari kampus. Mereka menyetop sebuah angkutan yang akan membawa mereka pulang. Untungnya angkutan lagi nggak padat. Maklum, matahari siang ini begitu terik sehingga orang-orang enggan keluar dan lebih memilih ngadem di rumah, di rumah temen, di kafe, di mall, atau tempat lainnya yang mereka anggap adem. Bukan urusan gue juga dimana mereka mau ngadem, ya kan…

“Jam berapa dek?” Tanya seorang pemuda yang duduk di hadapan putri. Putri menatap jamnya dan memberitahukan waktu yang tertera di arloji pinknya. Itulah awal mula perkenalan mereka. Dari awal pertanyaan tentang jam sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan percakapan itu di sebuah kafe kecil setelah turun dari angkutan.

Dari hasil percakapan hari itu, putri tau beberapa hal. Pemuda itu bernama Arya, dia anak rantauan dari Bandung dan tinggal di sini untuk kuliah. Arya anak tunggal, ibunya seorang psikolog dan ayahnya bekerja di instansi pemerintahan yang jabatannya cukup tinggi di instansi tersebut.

(cerita gue singkat, soalnya kalau dijabarin semua, kalian baru selesai baca tujuh hari tujuh malam)

Dua minggu kemudian Arya meminta Putri menjadi pacarnya. Putri langsung menerima permintaan itu. (Putri awalnya memang termasuk cewek yang berprinsip pacaran hanya untuk have fun, nggak serius) Namun, beberapa waktu setelahnya putri merasa bosan dan agak terkekang dengan kehadirn Arya, berhubung pacaran yang mereka jalani bukan atas dasar kasih sayang. Putri pun mengakhiri hubungan mereka

Tapi arya bukan tipe pantang menyerah, dengan alibi sahabat, ia datang dan mendekati keluarga putri. Dengan segala hal Arya akhirnya mendapatkan perhatian dari orangtua dan adik Putri. Bahkan tanpa segan, Arya rela melakukan dan menolong apa saja untuk mereka. Hal itu membuat Putri merasa nggak nyaman memperlakukan Arya seolah tidak adil.

“Kenapa Putri nggak mau pacaran lagi?” tanya Arya suatu hari.

“Putri maunya yang langsung serius aja, nikah gitu” jawab Putri seenaknya.

Maksud Putri hal itu baru akan terjadi setelah ia selesai kuliah dan ketemu dengan seseorang yang benar-benar bisa menjadi imam di dunia maupun akhiratnya kelak. Tapi berbeda dengan persepsi Arya. Setelah pulang dari rumah Putri hari itu, dia langsung menelpon orangtuanya di Bandung dengan maksud meminta orangtuanya bertemu Putri.

Pada hari yang telah direncanakan Arya, ia mengajak Putri bertemu dengan orangtuanya yang katanya kebetulan lagi di kota itu. Tanpa berpikir macam-macam Putri menyetujui ajakan itu. Toh hanya bertemu dan kenalan dengan orangtuanya, apa salahnya...

Setelah bertemu kedua orangtua Arya, Putri baru menyadari, seperti apa posisinya sekarang.Percakapan yang terjadi awalnya ringan, hanya berbasis perkenalan. Namun akhirnya semakin menjurus ke satu hal... yang diperkuat dengan kata-kata sang ibu.

“Ya sudah kalau kalian memang serius, kalian bicarakan dengan orangtua Putri, nanti selanjutnya kami yang mengurus”

Bagai dihujam panah besi dari berbagai arah. Putri terdiam seribu bahasa. APA YANG SEBENARNYA TERJADI???

Putri minta ijin sejenak ke toilet. Dan ibu Arya berkata jangan lama-lama. Putri berjalan ke arah toilet dengan berbagai macam pertanyaan merasuki pikirannya. Namun tak satu hal pun dapat menjawab pertanyaan itu. Toilet antri.... namanya juga toilet di mall. Kalau mau sunyi plus nggak pake ngantri bawa aja toilet di rumah, nggak perlu ngantri dehhh....

Saat kembali ke meja mereka, wajah ibu Arya terlihat berbeda, kusut, atau semacam bad mood lah..

“Kok lama banget, kamu dandan ya?? Kamu tau saya nggak suka cewek yang hobinya dandan. Buat apa cantik fisik kalau dalamnya berkebalikan??” ujar ibu Arya tajam. Putri hanya diam. Terlalu takut untuk membantah. Padahal beneran deh... Putri nggak dandan. Putri lama karena antrian di toilet emang udah kayak antrian seleksi masuk Indonesian Idol. Panjang kan....

“Aku ke toilet dulu...” Arya pamit ke toilet setengah berlari. Kebelet banget mungkin ya... tapi kok tega ninggalin Putri di kandang singa kayak gini?? Upss.... maaf tante, nggak maksud kok, saya nggak bilang tante singa, eh...bukan... bukan....

“Arya...” Ibu Arya terperanjat. Ekspresinya berubah 180 derajat. (kalau air udah mendidih banget, udah jadi uap pun). Ekspresi takut, cemas, khawatir, semua jadi satu dalam wajah cantik itu.

Iaa menghela nafas, “Putri... tante mau kasi tau kamu satu hal. Jujur, awalnya tante kurang setuju dengan rencana kalian ini. Tapi karena Arya... tante harus gimana lagi. Dia anak tante satu-satunya. Tante minta tolong kamu... buat jagain Arya, jagain perasaannya juga. Arya terlalu rentan untuk disakiti. Dia mengidap sebuah penyakit serius dan... tante mohon sama kamu, jangan pernah sakiti dia...”

Pasukan panah besi kedua kembali menghujam Putri. Sekarang nggak hanya tertusuk, tapi ditikam, bahkan serasa dikubur hidup-hidup. Seperti terjebak dalam labirin tinggi dan tidak pernah menemukan jalan keluar.

Tidak hanya sampai disitu, sesampainya di rumah Putri, ketika Putri bermaksud memperjelas semuanya sama Arya, Arya malah menyampaiikan maksudnya untuk meminang Putri pada orangtuanya. Putri langsung down. Selesai. Finish. Its over. The End...

“Kalau om sama tante sih terserah Putri aja. Kalian sudah dewasa. Sudah bisa menentukan jalan kalian dengan berbagai macam konsekuensinya” kata-kata yang begitu pasrah menurut Putri. Jika saja kata-kata itu terucap beberapa tahun kemudian dengan pangerannya, pasti hatinya akan berteriak YAA.

Sepulang Arya dari rumahnya, orangtua Putri menanyakan ketegasan Putri. Mereka juga heran atas sikap anaknya yang serba mendadak. Putri juga baru kuliah semester dua, kenapa begitu cepat mengambil sikap untuk menikah. Apakah telah terjadi sesuatu atau bagaimana. Putri menjelaskan semuanya tapi ujung-ujungnya ia hanya mendapat jawaban “Ya sudah, semuanya terserah sama Putri. Mama Papa ikut saja keputusan kamu”

Putri terpuruk dalam kesendiriannya. Sahabatnya Sara, jauh di luar kota, ia bingung harus berbagi dengan siapa. Bahkan orangtuanya pun menyerahkan semua padanya. Seolah mengatakan ‘kamu yang memulai, kamu yang mengakhiri’ (upss kata-kata di film bangsal 13 tu).

(Bagaimana kelanjutan kisah Putri.... lanjutkan di Session 2. Tenang aja, abis kok di session 2 nggak sampai session 6 kayak sinetron **** lagi2 sensor karena gue nggak promosi sinetron...)

Hehehe....

2 komentar:

  1. kiki..
    udah baca akuu..
    lanjut yg season 2 lah..
    haha

    BalasHapus
  2. udah may.....

    lain x pake episode ah, biar diikutin terus...
    hahahaha....

    BalasHapus