Sabtu, 30 Oktober 2010

.: Season 2 Cerita Klasik Romansa Cinta :.

Kisah Putri session 2...

Langsung lanjut aja deh ya, nggak usah pake mukadimah lagi, hehe....

Teng teng teng....

Akhirnya Putri mengorbankan dirinya. Mengorbankan perasaannya demi seorang Arya yang menganggapnya sebagai nyawa. Arya yang rentan, yang tidak bisa tersakiti.Sedikit saja masalah membebaninya, ia akan pendarahan. Sedikit saja ia menyakiti Arya yang sudah tergantung padanya sama artinya dengan membunuh Arya secara perlahan tapi pasti. Hitungan hari...atau bahkan hitungan jam.

Tanggal pernikahan ditetapkan. Hari-hari Putri pun semakin muram.seolah mendekati kematian, atau memang akan seperti itu, raganya akan hidup seolah tanpa kehidupan, hanya nyawa.

Dua minggu sebelum pernikahan, sahabat Putri pulang karena liburan kuliah. Putri menumpahkan semua beban hatinya, termasuk siksaan batinnya yang dilema karena dia kan menikah dengan orang lain sedangkan dia mencintai yang lain, mantan pacar pertamanya yang kini juga berniat menikahinya setelah selesai kuliah dan bekerja. Akhirnya dengan dorongan dari sang sahabat, Putri beranikan diri untuk jujur pada sang mantan. Begitu berat.... tapi mengurangi sedikit beban.

“Lo yakin sama semua keputusan ini?” tanya Sara.

“Mau gimana lagi Ra, semuanya udah disiapin, tinggal acara sama nyebar undangan aja. Gue nggak mungkin mundur”

“Hanya karena semuanya udah disiapin, lo mau ngorbanin diri lo sendiri? Justru ini kesempatan lo. Ini kesempatan lo bat mundur sebelum semuanya terlanjur dan lo akan terpenjara dalam perasaan itu seumur hidup lo. Dan lo sendiri, nggak ada gue, temen-temen lo, saudara atau orangtua yang akan disampng lo seperti sekarang. Apa lo sanggup menghadapi semua itu?”

Putri terdiam. Rencananya setelah menikah Putri akan tinggal di Jakarta. Berdua dengan Arya yang akan meneruskan usaha keluarga. Kebetulan saat ini Arya sedang menunggu sidang akhir saja. Putri bimbang. Kata-kata Sara benar, tapi bagaimana dengan Arya, keluarga Arya, keluarganya, dan semua persiapan yang ada?

Empat hari lagi sebelum acara, Putri mulai mencari masalah. Tentang sikap Arya yang egois, ngatur, protektif, dan sebagainya. Entah kenapa keberanian Putri baru hadir justru di hari-hari terakhir menjelang acara. Tapi entah bagaimana, Arya berhasil meluluhkan hati Putri sehingga Putri kehabisan alasan untuk membatalkan rencana itu.

H-3, Arya berangkat untuk menjeput orangtuanya di bandara. Putri hari itu masih bersikap menjengkelkan. Arya tau itu, terbesit keyakinan atas keraguan Putri untuk menjalani ini semua. Tapi Arya tetap menyunggingkan senyum buat wanita yang telah dipilihnya itu.

“Gimana Put?”

“Gagal Ra, semua masih berjalan sesuai rencana... gue pasrah... mungkin memang ini jalan hidup gue”

“Tapi Put, lo masih punya waktu 3 hari”

“Ya udahlah Ra, kalau memang dia jodoh gue, gue pasti nikah sama dia. Tapi kalau nggak... pasti akan terjadi sesuatu” ujar Putri mengakhiri pembicaraan. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu.

Malam mulai larut, belum ada kabar dari Arya, apakah orangtua Arya sudah tiba, atau bagaimana. Putri tidak ambil pusing, dia menikmati tiap detinknya tanpa kehadiran Arya yang mungkin nggak akan didapatinya lagi kelak.

Sekitar pukul 2 dini hari telpon berbunyi. Telpon dari rumah sakit yang menyatakan bahwa Arya mengalami kecelakaan dan sekarang koma di RS. Putri bagai terhempas. Walaupun selama ini Arya itu menjengkelkan bagi Putri, bukan berarti rasa kemanusiaan Putri habis terkikis. Tapi orangtua Putri menyarankan mereka datang keesokan harinya saja ke RS, lagi pula pihak RS sudah berjanji akan memberitahu kabar apapun pada Putri tentang Arya.

Pukul 7 pagi kembali ada telpon dari RS, kali ini menyatakan kabar duka cita, bahwa Arya telah meninggal dunia. Dan jenazahnya sudah dibawa pulang oleh keluarganya. Air mata Putri jatuh tak tertahan. Dunianya bagai runtuh. Apa yang ada di hidupnya ini, semua terjadi begitu cepat sampai ia tak sanggup mencermati semua yang terjadi. Putri mem-flashback kejadian di hidupnya akhir-akhir ini. Semua bagai mimpi... “Ya udahlah Ra, kalau memang dia jodoh gue, gue pasti nikah sama dia. Tapi kalau nggak... pasti akan terjadi sesuatu” kata-kata itu berputar di kepala Putri. Tapi kenapa kejadiannya harus setragis ini?

“Ya Allah, apa karena kata-kata Putri semua ini terjadi? Maafin Putri ya Allah” Putri menyerahkan diri pada Allah, berharap diberi kekuatan atas cobaan ini. Berhari-hari Putri seperti tidak punya semangat hidup. Semuanya penuh kemurungan dan kesedihan. Putri menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.

“Put, lo dah coba tanya sama keluarganya, kali aja nggak segitunya. Mungkin cuma untuk membatalkan pernikahan ini karena Arya tau lo nggak serius sama dia” Putri mengiyakan kata-kata Sara. Selesai menelpon, wajah Putri jadi mendung dua kali lipat dari sebelumnya.

“Ternyata, ibunya Arya juga meninggal terkena serangan jantung setelah tau anaknya meninggal. Ini semua salah gue Ra.... kalau gue nggak pernah kenal dia, kalau gue nggak pernah masuk dalam hidupnya, kalau gue nggak pernah kasi harapan sama dia...” Putri terisak.

“Sssttt, lo nggak boleh ngomong kayak gitu, lo tau kan jodoh, hidup dan mati itu udah ditetapin sama Allah. Bahkan jalannya pun memang sudah ditetapin sama Allah. Sekarang kita hanya bisa berdoa buat dia, dan mengambil hikmah dari semua kejadian ini...” ujar Sara sambil memeluk Putri yang tak henti dari tangisnya.

Well,,, temen-temen, kurang lebih gitu deh ceritanya. Sampai saat ini Putri masih belum mampu menghilangkan rasa bersalahnya, walaupun dia tau itu bukan kesalahannya. Putri masih sedikit murung dan mengenang Arya, sosok nyebelin yang nyaris jadi suaminya.

Putri, dimana pun kamu berada,, aku yakin kamu kini sudah bisa tegar, lebih dewasa dan lebih bisa menghadapi kenyataan hidup yang ditakdirin sama kita. Keadaan dan pengalaman yang membuat kita lebih dewasa, karena kata pepatah lama, pengalaman adalah guru terbaik buat kita. And you never know, Allah telah menciptakan seseorang untukmu, mungkin sekarang dipertemukan, mungkin nanti, atau mungkin telah bertemu namun tak pernah terbesit apapun. Yang pasti dia yang terbaik untukmu, amin, insyaallah... Laif yu Putri, forever, my best friend...

Buat temen-temen, udah bisa donk ngerti inti cerita panjaaaaaaang ini, walaupun nggak sampai 7 hari 7 malam bacanya...

Semoga kisah ini bisa jadi sedikit peringatan buat kita, jangan sampai kita terjerat dalam hal yang sama dengan kondisi Putri... yakinn dehhh... itu berat banget...

Udahan yaa... ntar kapan-kapan gue lagi, okkee.... ^^

**semua nama pemeran di atas bukan nama sebenarnya**

Kamis, 28 Oktober 2010

Season 1 Cerita Klasik Romansa Cinta

Haaiii…. Haaiiii….

Kembali lagi di Galaksi ini…

Kali ini gue cuma mau berbagi sedikit kisah tentang seorang anak manusia, (ehmmm..)

Sebenarnya cerita dari seorang temen.

Mungkin kisah ini akan sedikit dipertanyakan, kenapa??

Karena kejadiannya mirip dengan cerita-cerita yang ada di skenario gitu (sinetron banget lah)

Tapi ini nyata… dan gue hadir dlm kisah ini sebagai saksi hidup.

Nah lho, kok bawa-bawa saksi, emang pengadilan??!

Oke deh, cukup mukadimahnya,

Begini ceritanya, AAAUUUU….. (back sound kayak di acara *****, maaf harus disensor karena gw bukan mau promosi. Hahaha)

Siang itu Putri dan temannya baru pulang dari kampus. Mereka menyetop sebuah angkutan yang akan membawa mereka pulang. Untungnya angkutan lagi nggak padat. Maklum, matahari siang ini begitu terik sehingga orang-orang enggan keluar dan lebih memilih ngadem di rumah, di rumah temen, di kafe, di mall, atau tempat lainnya yang mereka anggap adem. Bukan urusan gue juga dimana mereka mau ngadem, ya kan…

“Jam berapa dek?” Tanya seorang pemuda yang duduk di hadapan putri. Putri menatap jamnya dan memberitahukan waktu yang tertera di arloji pinknya. Itulah awal mula perkenalan mereka. Dari awal pertanyaan tentang jam sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan percakapan itu di sebuah kafe kecil setelah turun dari angkutan.

Dari hasil percakapan hari itu, putri tau beberapa hal. Pemuda itu bernama Arya, dia anak rantauan dari Bandung dan tinggal di sini untuk kuliah. Arya anak tunggal, ibunya seorang psikolog dan ayahnya bekerja di instansi pemerintahan yang jabatannya cukup tinggi di instansi tersebut.

(cerita gue singkat, soalnya kalau dijabarin semua, kalian baru selesai baca tujuh hari tujuh malam)

Dua minggu kemudian Arya meminta Putri menjadi pacarnya. Putri langsung menerima permintaan itu. (Putri awalnya memang termasuk cewek yang berprinsip pacaran hanya untuk have fun, nggak serius) Namun, beberapa waktu setelahnya putri merasa bosan dan agak terkekang dengan kehadirn Arya, berhubung pacaran yang mereka jalani bukan atas dasar kasih sayang. Putri pun mengakhiri hubungan mereka

Tapi arya bukan tipe pantang menyerah, dengan alibi sahabat, ia datang dan mendekati keluarga putri. Dengan segala hal Arya akhirnya mendapatkan perhatian dari orangtua dan adik Putri. Bahkan tanpa segan, Arya rela melakukan dan menolong apa saja untuk mereka. Hal itu membuat Putri merasa nggak nyaman memperlakukan Arya seolah tidak adil.

“Kenapa Putri nggak mau pacaran lagi?” tanya Arya suatu hari.

“Putri maunya yang langsung serius aja, nikah gitu” jawab Putri seenaknya.

Maksud Putri hal itu baru akan terjadi setelah ia selesai kuliah dan ketemu dengan seseorang yang benar-benar bisa menjadi imam di dunia maupun akhiratnya kelak. Tapi berbeda dengan persepsi Arya. Setelah pulang dari rumah Putri hari itu, dia langsung menelpon orangtuanya di Bandung dengan maksud meminta orangtuanya bertemu Putri.

Pada hari yang telah direncanakan Arya, ia mengajak Putri bertemu dengan orangtuanya yang katanya kebetulan lagi di kota itu. Tanpa berpikir macam-macam Putri menyetujui ajakan itu. Toh hanya bertemu dan kenalan dengan orangtuanya, apa salahnya...

Setelah bertemu kedua orangtua Arya, Putri baru menyadari, seperti apa posisinya sekarang.Percakapan yang terjadi awalnya ringan, hanya berbasis perkenalan. Namun akhirnya semakin menjurus ke satu hal... yang diperkuat dengan kata-kata sang ibu.

“Ya sudah kalau kalian memang serius, kalian bicarakan dengan orangtua Putri, nanti selanjutnya kami yang mengurus”

Bagai dihujam panah besi dari berbagai arah. Putri terdiam seribu bahasa. APA YANG SEBENARNYA TERJADI???

Putri minta ijin sejenak ke toilet. Dan ibu Arya berkata jangan lama-lama. Putri berjalan ke arah toilet dengan berbagai macam pertanyaan merasuki pikirannya. Namun tak satu hal pun dapat menjawab pertanyaan itu. Toilet antri.... namanya juga toilet di mall. Kalau mau sunyi plus nggak pake ngantri bawa aja toilet di rumah, nggak perlu ngantri dehhh....

Saat kembali ke meja mereka, wajah ibu Arya terlihat berbeda, kusut, atau semacam bad mood lah..

“Kok lama banget, kamu dandan ya?? Kamu tau saya nggak suka cewek yang hobinya dandan. Buat apa cantik fisik kalau dalamnya berkebalikan??” ujar ibu Arya tajam. Putri hanya diam. Terlalu takut untuk membantah. Padahal beneran deh... Putri nggak dandan. Putri lama karena antrian di toilet emang udah kayak antrian seleksi masuk Indonesian Idol. Panjang kan....

“Aku ke toilet dulu...” Arya pamit ke toilet setengah berlari. Kebelet banget mungkin ya... tapi kok tega ninggalin Putri di kandang singa kayak gini?? Upss.... maaf tante, nggak maksud kok, saya nggak bilang tante singa, eh...bukan... bukan....

“Arya...” Ibu Arya terperanjat. Ekspresinya berubah 180 derajat. (kalau air udah mendidih banget, udah jadi uap pun). Ekspresi takut, cemas, khawatir, semua jadi satu dalam wajah cantik itu.

Iaa menghela nafas, “Putri... tante mau kasi tau kamu satu hal. Jujur, awalnya tante kurang setuju dengan rencana kalian ini. Tapi karena Arya... tante harus gimana lagi. Dia anak tante satu-satunya. Tante minta tolong kamu... buat jagain Arya, jagain perasaannya juga. Arya terlalu rentan untuk disakiti. Dia mengidap sebuah penyakit serius dan... tante mohon sama kamu, jangan pernah sakiti dia...”

Pasukan panah besi kedua kembali menghujam Putri. Sekarang nggak hanya tertusuk, tapi ditikam, bahkan serasa dikubur hidup-hidup. Seperti terjebak dalam labirin tinggi dan tidak pernah menemukan jalan keluar.

Tidak hanya sampai disitu, sesampainya di rumah Putri, ketika Putri bermaksud memperjelas semuanya sama Arya, Arya malah menyampaiikan maksudnya untuk meminang Putri pada orangtuanya. Putri langsung down. Selesai. Finish. Its over. The End...

“Kalau om sama tante sih terserah Putri aja. Kalian sudah dewasa. Sudah bisa menentukan jalan kalian dengan berbagai macam konsekuensinya” kata-kata yang begitu pasrah menurut Putri. Jika saja kata-kata itu terucap beberapa tahun kemudian dengan pangerannya, pasti hatinya akan berteriak YAA.

Sepulang Arya dari rumahnya, orangtua Putri menanyakan ketegasan Putri. Mereka juga heran atas sikap anaknya yang serba mendadak. Putri juga baru kuliah semester dua, kenapa begitu cepat mengambil sikap untuk menikah. Apakah telah terjadi sesuatu atau bagaimana. Putri menjelaskan semuanya tapi ujung-ujungnya ia hanya mendapat jawaban “Ya sudah, semuanya terserah sama Putri. Mama Papa ikut saja keputusan kamu”

Putri terpuruk dalam kesendiriannya. Sahabatnya Sara, jauh di luar kota, ia bingung harus berbagi dengan siapa. Bahkan orangtuanya pun menyerahkan semua padanya. Seolah mengatakan ‘kamu yang memulai, kamu yang mengakhiri’ (upss kata-kata di film bangsal 13 tu).

(Bagaimana kelanjutan kisah Putri.... lanjutkan di Session 2. Tenang aja, abis kok di session 2 nggak sampai session 6 kayak sinetron **** lagi2 sensor karena gue nggak promosi sinetron...)

Hehehe....